Mie instan bukan untuk bekal naik gunung yang kegiatannya sampai ber hari-hari
Mie instan sangat cepat menarik cairan tubuh. Padahal, pendaki gunung harusa pandai mengirit air yang ada di dalam tubuhnya. Akibatnya berkurang cairan, pendaki kerap menjadi kehilangan cara berpikir dan salah dalam mengambil keputusan hingga menyebabkan pendaki-pendaki tersesat. Produk mie instan memang tidak salah, tetapi manusia dalam hal ini pendaki gunung sendirilah yang salah memanfaatkan produk tersebut (dr. Chicho-ahli bedah mayat).
Karena asyiknya bergelut dengan masalah kecelakaan gunung ini, dokter yang kelahiran Jakarta ini mengatakan, siapa pun akan mengakui bahwa tim Search and Rescue (SAR) Indonesia punya kemampuan menemukan korban-korban di gunung, baik yang masih hidup maupun yang tewas. Namun, setelah korban ditemukan, mereka bingung menghadapi korban ini. Bahkan, luka-luka pun sering diabaikan
KEPADA para pendaki
Indonesia, Cico yang baru saja merampungkan pelatihan di Miami, Amerika
Serikat, untuk membuat standardisasi pertolongan pertama kecelakaan gunung ini
kerap mengingatkan, jika tersesat di gunung, yang dibutuhkan bukan hanya makanan,
tetapi juga KETENANGAN, PERTIMBANGKAN STAMINA, dan BERFIKIR JERNIH.
Cico menjelaskan, kita
boleh nyasar, sebab dengan tersesat akan menambah pengalaman. Lalu, menembus
jalan sesat itu harus dilakukan, sebab kita mempunyai pengetahuan dan
keterampilan. Namun, mati jangan sampai, sebelum kita memanfaatkan akal
pengetahuan dan keterampilan kita. “Jadi, begitu hilang, pendaki gunung
seharusnya memiliki tekad dasar berupa kemauan untuk hidup, bukan sekadar tekad
bagaimana meloloskan diri dari lubang ketersesatan,” ujarnya.
Ia mencatat, hampir 80
persen pencinta alam mati di gunung dalam posisi istirahat. Karena sewaktu
lelah, pendaki itu tidur dengan badan yang tidak terisolasi dan cuaca
sekeliling lebih rendah. Akhirnya, cuaca itu mempengaruhi suhu tubuh hingga
menyebabkan tingkat kesadaran menurun drastis. Lalu, beristirahat selamanya.
Mati.
Kelemahan pendaki gunung
Indonesia adalah sikap kurang koreksi diri terhadap kecelakaan sekecil apa pun.
Mereka sering memandang diri sebagai orang kuat. Contoh paling gampang, kalau
kita bermain di air. Sejago apa pun kita berenang, alat pelindung tetap harus
digunakan. Begitu pula pendaki yang kerap naik-turun gunung. “Matinya sepele,
akibat lelah, dia nyasar sampai kedinginan,” ujar pengamat kecelakaan gunung
ini. Model yang kerap dipakai, jelasnya, adalah jika cedera, kita masih
mengatakan untung tidak mati.
Sekitar 90 persen, kata
Cico, kecelakaan gunung itu disebabkan oleh kurangnya sikap antisipasi pendaki.
Sebagai kaum muda, kita sulit membedakan antara antusiasme dan keselamatan.
Kedua faktor ini memiliki garis tipis sekali. Antusias berarti keinginan
melakukan kegiatan di alam bebas, tanpa memperhatikan lagi faktor keselamatan.
Sedangkan, keselamatan jiwa yang seharusnya diperjuangkan dalam kegiatan
pendakian justru dianggap remeh.
Hal itu pun dialaminya
sendiri, ketika Cico dinyatakan hilang sedikitnya tiga kali berturut-turut di
gunung yang berbeda di Jawa Tengah. “Setahun sekali hilang,” ujar Cico, yang
baru saja mengadakan studi banding di negara-negara ASEAN.
Tahun 1977, Cico dinyatakan
hilang di Gunung Ungaran. Gara-gara ingin mencari air untuk menolong
teman-temannya, Cico yang waktu itu juga sudah merasa lelah, tiba-tiba
terpeleset hingga terperosok ke jurang. “Untung, waktu itu nyangsang di
pepohonan, meskipun sempat tidak sadarkan diri,” kenang Cico, begitu sadar dan
beristirahat sebentar, Cico berhasil menemukan senternya.
Dia ingat teori pendakian
yang diajarkan di kampus. Ia tidak lekas turun, melainkan kembali mendaki untuk
mencari tanah lapang agar mudah memperoleh orientasi langkah selanjutnya.
Kemudian, nyala lampu senternya “dimainkan” untuk menunjukkan kepada penduduk
sekitar bahwa dirinya butuh pertolongan. Lagi-lagi dia beruntung. Sewaktu
mengirim sinyal lampu senter, rombongan Pramuka mampu membacanya dan segera
memberikan pertolongan. “Maka selamatlah saya,” ujarnya.
Pada tahun 1978, Cico pun
hilang selama lima hari di Gunung Sumbing. Waktu itu, Cico bersama
kawan-kawannya naik dari daerah Garum dan berencana turun melalui Bangsri.
Sebagai pemula, ia mengakui, kehilangannya itu akibat ulahnya sendiri. Ia
tersesat sendirian ketika hendak menyusul kawan-kawannya yang sudah mendaki
lebih dulu.
Karena sendirian, kata
Cico, bekal makanan diirit-irit dalam pendakian itu. “Saya hanya makan pakis,
umbi-umbian, dan akar alang-alang. Minumnya, saya menggunakan kain kasa steril
dan sapu tangan yang sudah diletakkan di atas rerumputan,” jelas Cico. Namun,
ia tak lupa meninggalkan tanda-tanda dengan menggunakan batu atau
tumbuh-tumbuhan setiap melalui jalan pendakian itu. Harapannya, ada tim SAR
atau orang yang tetap mencarinya.
Tahun berikutnya, Cico
hilang di Gunung Ciremai selama tiga hari tiga malam. Waktu itu, Cico mendaki
bersama empat kawannya. Usai pendakian, mereka tersesat. Cico mengingatkan,
sebaiknya kita kembali naik, agar bisa memiliki orientasi lapangan. “Tetapi,
teman-teman saya bilang, ah… tanggung, kita jalan turun terus saja. Jalan
menurun itu pasti ke desa,” kata Cico menirukan omongan teman-temannya.
Ternyata, betul dugaan Cico. Jalan menurun belum tentu menuju desa, tetapi
justru menyebabkan kita terjebak di lembah. Mereka tersesat di lembah tak
berujung yang sulit untuk melakukan orientasi.
Karena sudah larut malam,
mereka pun akhirnya mendekam di lembah itu. Pagi harinya, mereka kembali
mendaki untuk mencari dataran tinggi. Dari sanalah, Cico melihat petak sawah
yang tentu mengindikasikan adanya kehidupan. Lalu, ia mengukur dengan kompas
dan alat pengukur ketinggian seadanya, barulah melangkah.
Menjadi seorang survivor
dan bertahan hidup di hutan serta mengolah makanan apa adanya adalah hal yang
harus dilakukan hingga tim penolong datang menjemput. Berikut tips yang harus
KITA lakukan saat tersesat di gunung :
A. Sit (Duduk)Seorang pendaki tentu akan merasa panik saat mengetahui dirinya tersesat dan
tak tahu jalur pendakian. Kondisi ini biasa dirasakan saat hari mulai gelap dan
muncul keputusasaan untuk mencari jalur awal pendakian. Berpikirlah secara
tenang dan istirahatkan tubuh anda dengan cara duduk atau makan dan minum.
B. Thinking (Berfikir)Berfikir jernih sangat diperlukan untuk menyelamatkan diri anda ataupun tim agar dapat meloloskan diri dari jalur yang salah. Coba fikirkan apa yang menyebabkan anda tersesat serta hindari segala keegoisan dan keapatisan terutama saat berada dalam tim.
C. Observe (Observasi)Lakukan observasi di daerah sekitar serta Periksa persediaan makanan dan air yang ada serta perhitungkan secara matang untuk bisa digunakan bertahan. Kondisi tubuh dan tim juga harus dipertimbangkan sebaik mungkin.
D. Planning (Perencanaan)Atur rencana dan Pertimbangkan secara matang agar tidak terjadi kesalahan dan berpengaruh pada keselamatan anda ataupun tim.
E. Terus naik menuju ke atas (dataran tinggi)Gunung memiliki bagian atas yang lebih sempit dibandingkan di bawah. Sehingga bila anda tersesat dan terus naik ke atas, daerah akan semakin sempit sehingga mempermudah pencarian jalur yang benar. Semua jalur pendakian akan bertemu di puncak sehingga dapat menemukan jalur yang anda inginkan untuk turun.
F. Gunakan penandaPasanglah tanda dipersimpangan yang membingungkan. Jadi, Jika ternyata jalur yang anda pilih salah maka anda dapat kembali ke persimpangan awal dengan berpatokan pada tanda-tanda yang tadi sudah anda pasang. Hal ini untuk mencegah agar anda tidak “tersesat setelah tersesat”.
G. Berhati-hatilah saat turun dari puncakSaat turun dari puncak, tetap jaga kebersamaan dan jarak dengan teman anda. Perbedaan jarak bisa berubah menjadi malapetaka jika kita tidak berhati-hati saat turun dari puncak. kabut tebal tiba-tiba muncul dan menutup jarak pandang. Jangan sampai salah mengambil jalur. Jika anda menyimpang sekian derajat dari jalur yang benar dan terus bergerak lurus turun dari puncak, penyimpangan tersebut akan semakin besar.
H. Niat dan berdo'a untuk bertahan hidupKetika tersesat, jangan memaksakan diri untuk menemukan jalur yang benar, khususnya ketika hari menjelang gelap. Gunakan waktu malam untuk beristirahat.
(membuka kisah lama seorang
sahabat)
0 komentar:
Posting Komentar